300x250 AD TOP

29.1.15

Tagged under: ,

Sirah Nabawi #22 : Intel yang dikirim Quraisy ke Negeri Habasyah (3/3)

jejakperadaban.com | Sirah Nabawi
Sirah Nabawi #22 : Intel yang dikirim Quraisy ke Negeri Habasyah

Setelah Ja'far menjelaskan sedetailnya apa yang terjadi di antara mereka dan kaumnya, Najasy berkata kepada Ja'far, "Apakah engkau membawa bukti yang datang dari sisi Allah?"

Ja'far berkata, "Ada."

Najasy berkata, "Bacakanlah ia untukku!"

Kemudian Ja'far membacakan permulaan surat Maryam. Demi Allah, Najasy menangis tersedu-sedu hingga jenggotnya basah oleh air mata. Para uskup juga menangis hingga air mata mereka membasahi mushaf yang mereka bawa. Ketika Najasy mendengar apa yang Ja'far bacakan, ia berkata, "Sesungguhnya ayat tadi dan apa yang dibawa Isa berasal dari sumber cahaya yang sama. Enyahlah kalian berdua, hai utusan Quraisy! Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka dan aku akan melindungi mereka hingga mereka tidak bisa diusik."

Tatkala kedua utusan Quraisy keluar dari hadapan Najasy, Amr bin al-Ash berkata, "Demi Allah, besok pagi aku akan menghadap Najasy dan mencabut akar asal usul mereka." Abdullah bin Abu Rabi'ah, orang terkuat di antara kami berkata, "Jangan kau lakukan itu, karena mereka mempunyai kaum kerabat walaupun mereka berseberangan dengan kita." Amr bin al-Ash berkata, "Demi Allah, aku akan jelaskan kepada Najasy, bahwa Muhammad dan pengikutnya meyaini bahwa Isa adalah seorang manusia biasa."

Esok harinya, Amr bin al-Ash menghadap Najasy untuk kedua kalinya dan berkata, "Wahai tuan raja, mereka meyakini sesuatu tentang Isa bin Maryam. Oleh karena itu, kumpulkanlah mereka kembali ke sini agar engkau bisa menanyakan kepada mereka perihal tersebut."

Najasy mengirim utusan untuk menanyakan perihal Isa bin Maryam kepada kaum Muslimin.

Ummu Salaham berkata : Kami tidak pernah menghadapi sebuah masalah serumit ini sebelumnya. Pada saat yang bersamaan, kaum Muslimin mengadakan diskusi. Sebagian diantara mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Apa yang akan kalian katakan tentang Isa bin Maryam, jika raja Najasy menanyakan hal itu kepada kalian?" Sebagian lain menjawab, "Demi Allah, kita akan katakan sebagaimana Allah firmankan dan apa yang Nabi kita katakan."

Ketika kaum Muslimin memasuki tempat Najasy; Najasy bertanya kepada mereka, "Apa yang kalian yakini tentang Isa bin Maryam?"

Ja'far menjawab, "Dalam pandangan kami, Isa bin Maryam adalah seperti apa yang dikatakan Nabi kami, bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, Ruh-Nya, dan kalimat-Nya yang ditiupkan ke dalam rahim Maryam sang perawan."

Najasy memukul tanah dengan tangannya, lalu dia mengambil tongkat, kemudian berkata, "Demi Allah, apa yang dikatakan Isa bin Maryam mengetani tongkat ini tidak jauh berbeda dengan apa yang engkau yakini."

Para uskup yang berada di sekeliling Najasy mendengus geram ketika mendengar apa yang dikatakan Najasy; Najasy kemudian berkata, "Ada apa dengan kalian!" Kepada kaum Muslimin Najasy berkata, "Kalian tetap aman di negeriku. Barangsiapa yang melecehkan kalian, ia pasti merugi. Barangsiapa merendahkan kalian, ia pasti merugi. Barangsiapa menghina kalian, ia merugi. Memiliki gunung dari emas, jika aku harus menyakiti salah seorang dari kalian maka hal itu sangan kubenci. Kembalikan hadiah-hadiah ini kepada kedua utusan orang Quraisy. Demi Allah, Dia tidak pernah menyuapku untuk mendapatkan kekuasaan dariku, apakah pantas jika kemudian aku mengambil suap di dalamnya. Allah jadikan manusia tidak taat padaku lalu haruskah aku jadikan taat mereka padaku."

Wallahu a'lam
Tagged under: ,

Sirah Nabawi #22 : Intel yang dikirim Quraisy ke Negeri Habasyah (2/3)

Sejarah Nabi Muhammad Lengkap
jejakperadaban.com | Sirah Nabawi
Sirah Nabawi #22 : Intel yang dikirim Quraisy ke Negeri Habasyah

Setelah kedua utusan itu memberikan hadiah-hadiah kepada para pendeta, lantas mereka kemudian memberikan hadiah kepada Najasy. Najasy menerimanya. Mereka berkata, "Wahai tuan raja, sesungguhnya telah menyelinap masuk anak-anak muda kami yang linglung. Mereka murtad dari agama kaumnya dan tidak masuk dalam agamamu. Mereka menganut agama baru yang kita sama-sama tak mengenalnya. Kami diutus ayah-ayah mereka, paman-paman mereka, dan keluarga besar mereka untuk membawa mereka kembali kepada kaumnya, karena kaumnya jauh lebih mengerti apa yang mereka katakan."

Ummu Salamah melanjutkan : Tidak ada sesuatu pun yang paling dibenci Abdullah bin Abu Rabi'ah dan Amr ibn al-Ash lebih daripada Najasy mendengarkan perkataan kaum muslimin. Para pendeta --yang telah diberi hadiah- di sekeliling Najasy berkata, "Mereka berdua telah berkata benar, wahai tuan raja. Kaum mereka jauh lebih mengerti apa yang anak-anak itu katakan, dan lebih mengerti terhatap apa yang mereka cela. Oleh karena itu, kembalikan saja mereka kepada kedua orang ini, agar keduanya membawa mereka kembali ke negeri dan kaum mereka."

Mendengar itu Najasy marah besar. Ia berkata, "Tidak! Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian berdua. Jika ada sebuah kaum hidup berdampingan denganku dan memilihku daripada orang selain aku, maka sudah kewajibanku bertanya kepada mereka perihal apa yang dikatakan kedua orang ini terhadap mereka. Jika memang benar ucapan kedua orang ini, baru aku serahkan mereka kepada kalian berdua dan aku pulangkan mereka kepada kaum dan negerinya. Namun jika perkataan kalian berdua tidak sesuai tentang mereka, maka aku akan melindungi mereka dari kalian berdua; melindungi mereka selama mereka berada di negeriku."

Ummu Salamah berkata : Kemudian Najasy mengundang sahabat Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam melalui utusannya. Ketika utusan Najasy tiba di tempat, segera mereka mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan tersebut sebagian Muhajirin berbisik kepada sebagian lain, "Apa yang hendak kita katakan pada saat pertemuan nanti?" Seseorang menjawab, "Demi Allah, kita akan mengetakan apa yang selama ini kita ketahui. Apa yang disampaikan Nabi itulah yang akan kita katakan."

Ketika mereka tiba di tempat Najasy --ketika itu Najasy mengumpulkan para uskup dan membuka kitab mereka- Najasy kemudian bertanya kepada para Muhajirin, "Mengapa agama ini membuat kalian memisahkan diri dari kaum kalian, dan mengapa kalian tidak masuk ke dalam agamaku, serta tidak masuk ke dalam agama-agama yang telah ada?"

Orang yang menjawab pertanyaan Najasy ialah Ja'far bin Abu Thalib. Ia berkata, "Wahai tuan raja, mulanya kami adalah ahli jahiliyyah. Kami menyembah patung-patung, memakan bangkai, menyakiti tetangga, dan orang kuat diantara kami selalu menindas orang lemah. Begitulah kondisi kami hingga Allah mengutus seseorang dari kami menjadi Rasul. Kami mengenal keturunannya, kebenarannya, dan kejujurannya. Ia mengajak kami kepada Allah dengan cara mentauhidkan-Nya, beridabah kepada-Nya, dan meninggalkan batu serta patung-patung yang sebelumnya kami sembah. Rasul itu memerintahkan kami untuk berkata jujur, menunaikan amanah, menyambung tali silaturahim, bertetangga dengan baik, menahan diri dari hal-hal yang haram, dan tidak membunuh. Ia melarang kami dari perbuatan zina, berkata bohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh berzina wanita yang menjaga kehormatannya. Ia memerintahkan kami hanya beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. ia juga memerintahkan kami shalat, zakat, dan puasa."

Ummu Salamah berkata : Ja'far bin Abu Thalib memaparkan asas-asas utama agama Islam, lalu ia berkata, "Kami membenarkan Rasul tersebut, beriman kepadanya, dan mengikut apa yang dia bawa dari sisi Allah. Hanya kepada Allah kami beribadah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Kami mengharamkan apa yang Ia haramkan, dan menghalalkan apa yang Ia halalkan. Setelah itu muncul ketidaksukaan kaum kami terhadap kami dan agama ini. Mereka meneror dan menyakiti kami karena agama ini. Mereka memaksa kami kembali menyembah patung-patung dan menghalalkan apa yang sekarang kami haramkan. Karena mereka selalu meneror kami, mempersempit ruang gerak kami, dan selalu berusaha memisahkan kami dari agama kami, maka kami pergi ke negeri tuan dan memilih tuan daripada orang lain. Kami lebih suka hidup berdampingan dengan tuan, dan kami berharap tidak disiksa lagi di sisimu, wahai tuan raja."

<< Bagian ke-1 | Bagian ke-3 >>

28.1.15

Tagged under: ,

Sirah Nabawi #22 : Intel yang dikirim Quraisy ke Negeri Habasyah (1/3)

jejakperadaban.com | Sirah Nabawi
Sirah Nabawi #22 : Intel yang dikirim Quraisy ke Negeri Habasyah

Ibnu Ishaq berkata : Manakala orang-orang Quraisy menyadari bahwa sahabat-sahabat Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam hidup damai dan tentram di bumi Habasyah, serta mendapatkan tempat tinggal dan ketenangan, mereka sepakat mengirim dua intel Quraisy yang kokoh agamanya untuk menemui Najasyi dan memintanya menyerahkan sahabat-sahabat Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam kepada mereka. Mereka melakukan ini karena bermaksud menyiksa para sahabat agar murtad dari agamanya, dan mengeluarkan mereka dari negeri Habasyah. Orang yang diutus Quraisy adalah Abdullah bin Abu Rabi'ah dan Amr bin al-Ash bin Wail, dan membekali keduanya dengan hadiah-hadiah mewah untuk diserahkan kepada Najasyi dan para pendetanya. Maka diutuslah keduanya.

Ketika Abu Thalib mengendus rencana orang-orang Quraisy, dan hadiah-hadiah mewah yang dibawa oleh kedua utusan tersebut, ia mengucapkan syair-syair untuk Najasy. Meminta Najasyi agar tetap memberikan perlindungan yang baik kepada kaum Muhajirin dan membela mereka:

Duhai, bagaimana keadaan Ja'far di tempat nun jauh di sana
Amr, dan para musuh itu adalah kerabat sendiri
Apakah keramahan Najasyi menyentuh Ja'far dan sahabat-sahabatnya
Ataukah ada pihak yang berusaha merusak suasananya
Engkau orang mulia dan luhur
Hingga orang yang tinggal di sisimu tak merasa menderita
Allah membekalimu dengan kelapangan
Dan pintu-pintu kebaikan semuanya melekat pada dirimu
Engkau orang pemurah yang berakhlak mulia
Orang yang jauh dan dekat merasakan kebaikanya

Ummu Salamah binti Abu Umayyah bin Al-Mughirah, istri Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam berkata, "Setiba kami di Habasyah, Najasyi menyambut kami dengan sangat ramah. Kami merasa aman dengan agama kami, dan bisa berbadah kepada Allah tanpa siksaan dan tidak mendengar kata-kata yang menghina kami. Hal ini lalu didengar orang-orang Quraisy, kemudian mereka mengirim dua orang yang kokoh agamanya untuk menemui Najasyi guna membicarakan tujuan mereka, dan merayunya dengan hadiah-hadiah untuk Najasyi yang berasal dari kekayaan penduduk Makkah. Anehnya bahwa di antara hadiah tersebut terdapat kulit. Orang-orang Quraisy mengumpulkan kulit banyak sekali, dan tidak ada satu pendeta pun yang tidak mereka siapkan hadiah. Barang-barang tersebut Abdullah bin Abu Rabi'ah dan Amr bin al-Ash, dan mereka berdua diperintahkan untuk tidak gagal dengan misi mereka. Orang Quraisy berkata kepada mereka berdua, 'Berikan hadiah ini kepada semua pendeta sebelum kalian berdua mengutarakan maksud kalian kepada Najasyi mengenai orang-orang yang Hijrah agar ia menyerahkan orang-orang yang hijrah itu kepada kalian berdua." --atau sebagaimana yang dikatakan.

Ummu Salamah bercerita : Bangkitlah kedua utusan itu ke Habasyah. Pada saat itu kami sedang berada di sebuah rumah yang nyaman dan tetangga yang baik. Mereka berdua kemudian memberikan hadiah-hadiah itu kepada para pendeta sebelum berbicara kepada Najasyi. Keduanya berkata kepada setiap pendeta yang mereka beri hadiah, "Sesungguhnya telah masuk ke negeri Tuan raja, anak-anak mula yang linglung. Mereka meninggalkan agama kaumnya, dan tidak masuk ke dalam agama kalian. Mereka menganut agama baru yang sama-sama tidak kita kenal. Tokoh-tokoh Quraisy mengutus kami kesini untuk membawa mereka pulang. Jika kami berbicara kepara raja kalian tentang orang-orang tersebut, hendaklah kalian memberikan isyarat agar dia menyerahkan mereka kepada kami dan agar ia tidak berbicara dengan mereka, karena kaum mereka jauh lebih mengerti apa yang mereka katakan, dan lebih mengerti apa yang mereka cela."

Para pendeta berbicara kepada mereka berdua, "Baiklah."

Bagian ke-2

27.1.15

Tagged under: ,

Amir ibn Fuhairah : Syahid yang diangkat ke Langit

jejakperadaban.com | Sejarah Sabahat Nabi
Amir ibn Fuhairah : Syahid yang diangkat ke Langit

Amir ibn Fuhairah adalah sahabat keturunan seorang budak. Ia sendiri menjadi budak Thufail ibn Abdullah ibn Sukhrabah --saudara siti 'Aisyah Ummul Mukminin. Amir masuk Islam ketika masih menjadi budak, ketika Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam belum menjadikan Al-Arqam sebagai majelis ilmu dan pusat pergerakan dakwah. Setelah memeluk Islam, Abu Bakr membelinya dan memerdekakannya.

Dikisahkan bahwa Abu Bakr memiliki domba yang susunya diperas tiap hari untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ketika Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam mendapat izin dari Allah untuk berangkat hijrah, beliau berangkat menuju Madinah dikawani oleh Abu Bakr, di pinggiran Makkah. Singkat cerita mereka tengah bersembunyi di suatu gua. Selama bersembunyi di gua itu, pembantu Abu Bakr, yakni Amir ibn Fuhairah menggiring domba-domba ke arah gua, agar Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam dan Abu Bakr bisa mendapatkan susu domba.

Abdullah ibn Abu Bakr juga sering mengunjungi mereka di gua untuk menyampaikan kabar perihal suku Quraisy. Jika datang waktu subuh, Abdullah kembali ke Makkah. Amir menggiring domba-domba setiap malam tanpa diketahui siapa pun. Sementara 'Asma binti Abu Bakr bertugas membawakan makanan untuk mereka.

Setelah tiga malam bersembunyi di gua, Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam dan Abu Bakr keluar didampingi Amir ibn Fuhairah yang selalu membantu melayani kebutuhan mereka.

Abdullah ibn Uraiqith, seorang musyrik, disewa untuk menjadi petunjuk jalan menuju Yastrib --Madinah kini. Tiba di Yastrib, Abu Bakr, Bilal, dan Amir menderita sakit. Namun, berkat izin Allah, mereka pulih dengan cepat.

Ketika 'Aisyah menanyakan sakitnya, Amir menjawab dengan lantunan syair sementara tubuhnya menggigil karena demam :
Telah kutemui kematian sebelum merasakannya. Sungguh rasa takut telah membunuhnya dari atas. Setiap orang adalah pejuang dengan segala potensinya, bagaikan gua Tsur yang melindungi dengan dindingnya.
'Aisyah menceritakan keadaan Amir kepada Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam, dan beliau berdoa, "Ya Allah, tumbuhkan cinta penduduk Madinah kepada kami sebagaimana Engkau tumbuhkan cinta Makkah kepada kami, bahkan lebihkanlah!"

Ketika Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam mempersaudarakan kaum Anshar dengan Muhajirin, beliau mempersaudarakan al-Harits ibn al-Shamt dengan Amir ibn Fuhairah. Setelah menetap di Madinah, Amir berusaha agar senantiasa berada di dekat Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam, Ia tak pernah absen mengikuti berbagai peperangan bersamai kaum muslim, termasuk perang Badar dan Uhud.

Imam Abu Ja'far al-Thabari menuturkan sebuah kisah tentang bi'r ma'uunah, bahwa Abu Barra Amir ibn Malik ibn Ja'far (pemimpin Bani Amir ibn Sha'sha'ah datang menghadap Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam membawa beberapa hadiah. Namun, beliau, Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam enggan menerima hadiah yang dibawanya dan bersabda, "Hai, Abu Barra, aku tidak menerima hadiah dari seorang musyrik. Jika kau mau aku menerima hadiahmu, masuklah ke dalam Islam." Kemudian Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam menjelaskan beberapa aspek dari ajaran Islam. Abu Barra tidak menerimanya, namun tidak juga menolaknya. Ia berkata, "Muhammad, apa yang engkau dakwahkan ini memang sangat indah. Andai engkau mau mengutus beberapa orang kepada penduduk Nejed, mungkin mereka bersedia menerima ajakanmu."

Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam menjawab, "Aku khawatir utusanku di zalimi penduduk Nejed."

Abu Barra meyakinkan Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam, "Aku akan mendampingi mereka. Utuslah mereka untuk mengajak manusia kepada ajaranmu." Maka setelah itu diutuslah al-Mundzir ibn Amr dari Bani Saidah bersama beberapa sahabat pilihan lain, termasuk al-Harits ibn al-Shamt, dan Amir ibn Fuhairah.

Dikabarkan, ketika mereka tiba di sumur bi'r ma'uunah mereka disergap oleh beberapa orang. Mereka yakin bahwa kematian sudah di depan mata, sehingga mereka memanjatkan do'a, "Ya Allah, saat ini kami tak menemukan siapapun yang dapat menghubungkan kami dengan Rasulullah selain Engkau. Maka, sampaikanlah salam kami! Ya Allah, sampaikanlah kepada Nabi-Mu bahwa kami telah berjumpa dengan-Mu, kami telah ridha kepada-Mu dan Engkau ridha kepada kami." Doa itu di-aamiin-ni langit dan disampaikan kepada Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam.

Amir ibn Fuhairah terbunuh dalam peristiwa tersebut. Ia terbunuh oleh Jabbar ibn Sulma al-Thallabi. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Amir berkata, "Allah Mahabesar! Aku telah menang, Demi Tuhan penguasa Ka'bah." Jabbar sama sekali tak memahami perkataan tersebut sampai di hari kemudian Jabbar masuk Islam. Jabbar baru menyadari bahwa yang dimaksud kemenangan oleh Amir, seseorang yang dibunuhnya adalah kesyahidan.

Jabbar ibn Sulma menuturkan, "Salah satu jalan yang mengantarkanku kepada Islam adalah peristiwa bi'r ma'uunah, ketika aku membunuh salah seorang sahabat Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam yang diutus menuju Nejed. Sebelum ia hembuskan nafas terakhirnya sahabat itu berkata, 'Aku telah menang, demi Allah!' Aku bertanya-tanya dalam hati, 'Kemenangan seperti apakah yang didapatkannya? Bukankah aku telah membunuhnya?' Hingga peristiwa itu lama berlalu, dan aku masih bertanya-tanya tentang apa yang ia maksud dengan kemenangan, seseorang memerikan jawaban bahwa itulah kesyahidan.'"

Ibn al-Atsir menuturkan, Amir ibn al-Thufail bertanya kepada Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam, "Siapakah orang yang ketika terbunuh engkau melihatnya diangkat antara langit dan bumi sehingga langit berada di bawahnya?"

Beliau bersabda, "Dialah Amir ibn Fuhairah." Semoga Allah merahmati dan menempatkannya bersama saudaranya al-Harits di tempat yang mulia.

Wallahu a'lam[]
Tagged under: ,

Abdullah ibn Amr Ibn Haram : Diajak bicara oleh Allah

jejakperadaban.com | Sejarah Sahabat Nabi
Abdullah ibn Amr Ibn Haram : Diajak bicara oleh Allah

Abdullah ibn Amr Ibn Haram adalah seorang sahabat Anshar dari suku Khazraj keturunan Bani Salimi. Ayahnya bernama Amr ibn Haram ibn Tsa'labah ibn Haram. Ia dipanggil dengan Abu Jabir karena punya anak bernama Jabir, yang kelak menjadi perawi hadits terkenal. Ia juga termasuk sahabat yang mengikuti baiat Aqabah kedua.

Abdullah ibn Amr ibn Haram termasuk dalam dua belas orang pimpinan yang dipilih saat Baiat Aqabah kedua. Bersama Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam ia mengikuti perang Badar dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana Allah menumbangkan para pemimpin musyrik, seperti Abu Jahal, dua anak Rabiah, yakni Utbah dan Syaibah, al-Walid ibn Utbah, Umayyah ibn Khalaf, dan beberapa orang lainnya.

Sebelum berangkat untuk ikut serta pada perang Uhud, Abdullah ibn Amr ibn Haram berpesan kepada anaknya, "Wahai anakku, aku sudah mengira-ngira bahwa aku akan menjadi orang pertama yang gugur dalam perang ini. Demi Allah, setelah Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam tak ada seseorang pun yang aku cintai melainkan engkau. Jika aku punya utang maka bayarkan uangku, dan ajari saudara-saudaramu kebaikan!"

Itulah amanah yang ia katakan pada anaknya, Jabir sebelum ia berangkat menuju medan pertempuran Uhud. Kenyataannya memang benar, ia menjadi korban pertama dari pasukan Muslim. Pada saat itu tentara musyrik memotong hidung dan telinganya. Atas perintah Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam jenazahnya dimakamkan dalam satu liang bersama saudara iparnya, Amru ibn al-Jamuh.

Diriwayatkan dari Muhammad ibn al-Munkadir bahwa Jabir ibn Abdullah berkata, "Ayahku terbunuh pada perang Uhud. Aku terkejut ketika melihat jenazahnya, karena wajahnya rusak. Aku menangis. Semua orang melarangku menangis, tetapi Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam tidak melarangku."

Muhammad ibn al-Munkadir melanjutkan, "Fathimah binti Amr, bibinya Jabir, juga menangis. Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam bersabda, 'Menangis atau pun tidak menangis, para malaikat selalu menaunginya dengan sayap-sayap mereka hingga kalian mengangkatnya.' (HR. Bukhari Muslim)"

Diriwayatkan dari Jabir ibn Abdullah bahwa Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam melihat kepadanya, lalu berkata, "Aku melihatmu kebingungan?"

Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, ayahku telah terbunuh. Ia meninggalkan utang dan keluarga."

Beliau bersabda, "Maukah kusampaikan kepadamu? Allah tidak akan berbicara kepada siapapun kecuali dari balik hijab. Sementara, Dia berbicara kepada ayahmu dengan berhadap-hadapan langsung. Dia berfirman (kepada ayahmu), 'Hai hamba-Ku, mintalah kepada-Ku, pasti Kuberikan.' Ayahmu berkata, 'Aku mohon kepada-Mu agar Engkau mengembalikanku ke dunia agar sekali lagi aku terbunuh di jalan-Mu.' Allah berfirman, 'Kutetapkan bahwa siapapun tak dapat dikembalikan ke dunia dan tak akan kembali.' Ayahmu kembali berkata, 'Wahai Tuhanku, sampaikan kepada orang-orang sesudahku.' Lalu Allah menurunkan firman-Nya,
Dan jangan sekali-kali engkau mengira orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati. (QS. Al-Imran : 169)
Sungguh Abdullah ibn Amr telah mendapatkan kemuliaan yang besar. Semoga Allah merahmatinya.

Wallahu a'lam [] 

26.1.15

Tagged under: ,

Sirah Nabawi #21 : Hijrah pertama ke Negeri Habasyah

Sejarah Nabi Muhammad Lengkap
jejakperadaban.com | Sirah Nabawi
Sirah Nabawi #21 : Hijrah pertama ke Negeri Habasyah

Ketika siksaan demi siksaan yang dilancarkan kaum Quraisy terhadap sahabat-sahabat terus berlangsung. Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam bersabda, "Bagaimana kalau kalian berhijrah ke negeri Habasyah, karena rajanya mengharamkan siapapun di dalam wilayahnya di zhalimi; negeri tersebut adalah negeri yang aman sampai Allah memberi solusi atas kalian!"

Sahabat Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam mengikuti apa yang diperintahkan dan bergegas pergi menuju negeri Habasyah karena khawatir terhadap penyiksaan-penyiksaan yang semakin membabi buta. Mereka lari kepada Allah dengan mambawa agama mereka. Inilah hijrah pertama yang terjadi dalam Islam.

Beberapa orang yang berhijrah ke Habasyah, mereka adalah 'Utsman bin Affan beserta istrinya, Ruqayyah binti Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam, Muhajirin dari bani Abdu Syams beserta istrinya yang bernama Sahlah binti Suhail, Az-Zubayr bin Awwam, Mush'ab bin Umair, Abdurrahman bin Auf, Abu Salamah beserta istrinya, Ummu Salamah, Utsman bin Madz'un, dan Amir bin Rabi'ah, dan beberapa orang lainnya.

Ibnu Hisyam berkata : Mereka dipimpin oleh Utsman bin Madz'un seperti dikatakan sebagian orang berilmu kepadaku.

Kemudian Ja'far bin Abu Thalib berangkat menyusul ke bumi Habasyah. Kaum muslimin secara bertahap berhijrah ke Habasyah hingga mereka berkumpul disana. Ada yang berhijrah ditemani istrinya, ada pula yang sendirian.

Wallahu a'lam
Tagged under: ,

Hanzhalah : yang dimandikan Malaikat

Sejarah Sahabat Nabi Lengkap
jejakperadaban.com | Sejarah Sahabat Nabi
Hanzhalah : yang dimandikan Malaikat

Hanzhalah ibn Abu Amir Al-Rahib adalah sahabat Anshar dari suku Aus. Ia beriman dan mengikuti Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam tidak lama setelah beliau berhijrah ke Madinah. Ia dikenal sebagai pemimpin kaum yang memiliki banyak pengikut. Ayahnya, Abu Amir Al-Rahib tidak mengikuti jejaknya mengimani Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam; ia tetap musyrik.

Beberapa saat setelah Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam tiba di Madinah, Abu Amir Al-Rahib – nama aslinya adalah khalaf, bertanya kepada beliau, “Ajaran apa yang engkau bawa, wahai Muhammad?”

Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam menjawab, “Ini adalah ajaran yang lurus; agama Ibrahim.”

Abu Amir Al-Rahib kemudian berkata, “Aku juga mengikuti ajaran tersebut.”

Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam menjawab, “Kau tidak termasuk di dalamnya.”

Abu Amir Al-Rahib kemudian berkata, “Engkau telah memasukkan ke dalam ajaran Ibrahim sesuatu yang bukan berasal dari ajarannya.”

Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam menjawab, “Aku tidak pernah melakukan itu. Aku datang membawa ajaran yang murni (tanpa ditambahi dan dikurangi).”

Abu Amir Al-Rahib kemudian berkata, “Demi Allah, orang yang dusta diantara kita akan terusir dan diasingkan.”

Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam menjawab, “Aamiin.”

Karena kehabisan argumen, Abu Amir Al-Rahib berkata dengan nada kesal, “Pasti aku akan bergabung dengan kelompok yang nantinya akan memerangimu. Aku akan berperang bersama mereka.”

Sebelum berpisah, Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam menjulukinya Al-Fasiq; julukan yang akan membuatnya tersiksa di Neraka. Sehingga setelahnya ia disebut sebagai Abu Amir Al-Fasiq.

Ternyata, Abu Amir Al-Fasiq bersungguh-sungguh dengan ucapannya, ia sering menemui Abu Jahal, memanas-manasinya agar semakin membenci Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam. Berbeda dengan ayahnya, Hanzhalah dikenal sebagai sahabat yang baik dan sangat mencintai Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam, Ia tidak pernah menyakiti hati Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam, kecuali sekali karena fitnah yang dilesatkan ayahnya. 

Ia mempunyai sahabat yang senasib dengan beliau, yaitu Abdullah ibn Abdillah ibn Ubay ibn Salul. Ia dan Abdullah bernasib sama lantaran ayahnya sama-sama tak mengikuti jejak mereka mengimani Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam; kedua orang tuanya sama-sama kafir.

Saat perang badar berkecamuk, pasukan musyrik dipimpin oleh Abu Jahal, didukung beberapa pemimpin musyrik lainnya seperti kedua anak Rabiah, yaitu Utbah dan Syaibah. Di antara mereka juga ada Al-Walid ibn Utbah, Aqabah ibn Abu Muhith dan Umayyah ibn Khalaf.

Dalam perang uhud, Abu Amir Al-Fasiq memimpin kaum musyrikin dari suku Aus untuk membantu suku Quraisy dan sekutu mereka. Singkat cerita, ketika kedua pasukan; kaum musyrikin dan muslimin, telah sampai di Uhud. Hanzhalah ikut serta di dalamnya, padahal ia tengah menikmati masa-masa manisnya sebagai pengantin baru. Tetapi, ketika ia mendengar seruan dari Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam, ia memutuskan bahwa jihad di jalan Allah melawan kaum musyrik lebih penting disbanding istri, keluarga, dan segala urusan lainnya. Maka, ia bangkit dari peraduannya dan bergabung bersama barisan Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam.

Ketika perang berkecamuk, sedikit demi sedikit kaum muslim berhasil menekan barisan musuh dan menjatuhkan beberapa orang diantaranya. Tak sedikit pasukan musuh yang lari kocar-kacir meninggalkan senjata dan perbekalan mereka. Jelas sekali, kemenangan akan segera diraih oleh kaum muslim. Namun, tiba-tiba keadaan berubah. Pasukan musyrik merangsek kembali, menekan dan merusak kaum muslim. Tentu saja pasukan muslim terkejut mendapati situasi yang mendadak berubah. Tak sedikit mujahidin yang tumbang oleh senjata musuh.

Hal tersebut terjadi lantaran kelompok terpenting pasukan muslim tidak mematuhi perintah Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam sebagai komando tertinggi. Mereka –para pemanah- kalah oleh ketamakan mereka sendiri. Mereka tergiur oleh harta rampasan yang menggoda dan membuat mereka melanggar perintah. Saat mereka tengah sibuk memunguti sejumput ‘sampah’ itu, Khalid bin Walid –yang belum menjadi muslim- membekuk dari belakang dan memporak porandakan mereka.

Karena jatuhnya korban disana banyak, tersiar kabar bahwa Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam telah gugur. Kabar tersebut telah merusak barisan kaum muslimin dan menjatuhkan semangat mereka. Akibatnya banyak di antara mereka yang tumbang akibat serangan musuh, dan tidak sedikit pula yang terbunuh. Sebagian lainnya terus berperang meskipun semangat mereka telah jatuh menurun.

Sementara Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam yang dikabarkan gugur mengalami luka di tubuhnya; yaitu pada bibir, pipi, dan kening. Beliau diserang oleh dua musuh; dari sisi kanan oleh Ibn Qayimah, dan dari kiri oleh Utbah ibn Abu Waqash.

Setelah perang usai Abu Sufyan dan si fasiq keluar memeriksa korban yang tewas. Tiba-tiba mereka berhenti dekat jenazah Hanzhalah. Si Fasiq berkata, “Tahukan siapa orang ini, Abu Sufyan?”

Abu Sufyan menjawab, “Tidak.”

“Dia adalah Hanzhalah, anakku sendiri.” Kemudian, mereka memanggil semua orang untuk meninggalkan tempat itu sehingga jenazah Hanzhalah tidak ada yang mengurus. Semua syuhada telah dimakamkan kecuali Hanzhalah.

Ketika Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam mengetahui nasih Hanzalah, beliau bersabda, “Sesungguhya sahabat kalian itu dimandikan para malaikat. Tanyalah kepada keluarganya, bagaimana keadaannya?”

Sebagian orang bertanya kepada istrinya, dan ia menjawab, “Ketika mendengar panggilan berjihad, ia langsung pergi, padahal ia dalam keadaan junub.”

Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam bersabda, “Karena itulah ia dimandikan oleh para malaikat.” Ucapan Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam itu cukup menjelaskan betapa luhur kedudukan Hanzhalah di sisi Allah serta di mata Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wasallaam, dan seluruh kaum muslim.

Orang yang membunuh Hanzhalah adalah Syaddad ibn Al-Aswad yang dikenal dengan panggilan Ibn Sya’ub Al-Laitsi.

Semoga Allah merahmati Hanzhalah ibn Abu Amir.

Wallahu a’lam []

20.1.15

Tagged under: ,

Sirah Nabawi #20 : Perlakuan Kaum Quraisy Terhadap Orang-Orang Lemah Yang Baru Memeluk Islam (2/2)

Sejarah Nabi Muhammad Lengkap
jejakperadaban.com | Sirah Nabawi
Sirah Nabawi #20 : Perlakuan Kaum Quraisy Terhadap Orang-Orang Lemah Yang Baru Memeluk Islam.

Ibnu Ishaq berkata : Tatkala matahari sedang mencapai puncak panasnya, Bani Makhzum membawa Ammar bin Yasir, ayah, dan ibunya yang semua telah masuk Islam ke padang pasir Mekah untuk disiksa. Pada saat mereka bertiga tengah di siksa Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam melewati mereka. Beliau bersabda seperti yang aku terima, "Sabarlah, wahai keluarga Yasir, karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah Surga" (HR. Al-Hakim, Baihaqi; sanadnya Hasan Shahih). Mereka membunuh Ummu Ammar karena tetap kokoh dan menolak kecuali Islam.

Abu Jahal; dialah yang mencemooh kaum Muslimin di kalangan orang-orang Quraisy. Jika mendengar ada orang yang mulia mendapat perlindungan masuk Islam, ia mencemooh dan mejelek-jelekkannya dengan mengatakan : "Engkau murtad dari agama ayahmu, padahal ayahmu lebih baik daripada engkau. Kami pasti menjelek-jelekkan mimpimu, tidak menerima pendapatmu, dan merusak kehormatanmu".

Jika orang tersebut pelaku bisnis, Abu Jahal akan berkata kepadanya : "Demi Allah, kami pasti membuat bisnismu bangkrut, dan kami hancurkan kekayaanmu". Jika orang tersebut adalah orang lemah, dia akan menyiksanya atau merayunya agar kembali murtad.

"Bagaimanakah bentuk penyiksaan orang-orang musyrikin terhadap sahabat-sahabat Rasulullah?" Abdullah bin Abbas berkata : "Demi Allah. Orang-orang Quraisy memukul salah satu dari sahabat Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam, membuat mereka kelaparan dan kehausan hingga salah seorang dari mereka tak bisa berdiri tegak karenanya. Sampai-sampai orang Quraisy berkata kepadanya : "Al-Lata dan Al-Uzza adalah Tuhamnu, bukan Allah!"

Wallahu a'lam

Tagged under: ,

Sirah Nabawi #20 : Perlakuan kaum Quraisy terhadap orang-orang lemah yang baru memeluk Islam (1/2)

Sejarah Nabi Muhammad Lengkap
jejakperadaban.com | Sirah Nabawi
Sirah Nabawi #20 : Perlakuan kaum Quraisy terhadap orang-orang lemah yang baru memeluk Islam.

Kaum Quraisy meneror orang-orang yang masuk Islam dan mengikuti Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam. Setiap kabilah menangkap kaum Muslimin yang berada di kabilahnya kemudian memenjarakan mereka; menghajar, membiarkan lapar dan haus, menjemur mereka di padang pasir Mekah jika musim panas sedang membara. Mereka menyiksa orang lemah diantara kaum Muslimin.

Di antara kaum Muslimin ada yang putar lagi haluan bersebab cobaan yang didera terasa amat berat; tetapi ada pula yang tetap tegar, kuat, dan beriman. Allah melindungi mereka dari orang-orang Quraisy.

Bilal; adalah mantan budak Abu Bakar radhiyallaahu 'anhu. Awalnya ia dalah budak salah seorang dari Bani Jumah dan dilahirkan di Bani Jumah. Dialah Bilal bin Rabah. Ibunya bernama Hamamah. Bilal masuk Islam dengan hati tulus; hatinya bersih.

Umayyah bin Khalaf bin Wahb mengeluarkannya ketika matahari sedang di puncak teriknya. Ia membaringkannya di atas padang pasir Mekah, kemudian memerintahkan untuk menindihkan batu besar di atas tubuh Bilal. Umayyah berkata : "Demi Allah, engkau akan berada dalam kondisi seperti ini hingga engkau mati dan engkau membelot dari Muhammad; menyembah Al-Lata dan Al-Uzza".

Menghadapi cobaan itu, Bilal berkata : "Ahad (Esa), Ahad (Esa)"

Ibnu Ishaq berkata : Hisyam bin Urwah berkata kepadaku dari ayahnya, ia berkata : "Saat Bilal tengah disiksa dan mengatakan, 'Ahad, Ahad,' Waraqah bin Naufal berjalan melewatinya dan berkata 'Demi Allah, Ahad, dan Ahad, Bilal'". Kemudian ia menemui Umayyah bin Khalaf lalu berkata : "Allah, jika Bilal kemudian mati di tempat ini, dalam kondisi seperti ini, pasti aku akan memberkati tempat kematiannya". Demikianlah terus terjadi sampai Abu Bakar radhiyallaahu 'anhu berjalan melewati mereka.

Abu Bakar berkata : "Mengapa engkau tidak tahut kepada Allah dari menyiksa orang miskin ini? Hingga kapan engkau menyiksanya?"

Umayyah bin Khalaf berkata : "Engkaulah yang membuatnya rusak. Oleh karena itu, selamatkan dia jika engkau suka!"

Abu Bakar menjawab : "Boleh! aku mempunyai budak hitam yang lebih kuat dan kekar daripada dia; lebih fanatik berpegang dengan agamamu. Bilal milikku, budakku menjadi milikmu!". Umayyah bin Khalaf setuju dengan kesepakatan yang diberikan Abu Bakar. Bilal kemudian dimerdekakan olehnya.

Pra Hijrah, Abu Bakar telah memerdekakan enam budak, Bilal merupakan budak ke-7 yang dibebaskannya. Keenam budak tersebut adalah : Amir bin Fuhairah. Ia terlibat di perang uhud dan syahid di perang Bi'ru Maunah, Ummu Ubais, Zinnirah yang ketika Abu Bakar membebaskannya ia tengah dalam kondisi buta karena penyiksaan terhadapnya; orang-orang Quraisy berkata : "Matanya telah diambil Al-Lata dan Al-Uzza". Zinnirah berkata : "Demi Baitullah, mereka bohong. Al-Lata dan Al-Uzza hanyalah patung yang tak bisa apa-apa". Kemudian Allah mengembalikan penglihatannya.

Kemudian memerdekakan An-Nadhiyyah dan putrinya. Keduanya milik seorang wanita dari Bani Abduddar. Kemudian Abu Bakar berjalan melewati wanita Muslimah Bani Muammil di perkampungan Bani Adi bin Ka'ab. Ketika itu Umar bin Khattab --saat masih musyrik- tengah menyiksanya hingga dirinya kelelahan. Umar bin Khattab berkata : "Aku berhenti menyiksamu hanyalah karena kelelahan". Wanita itu menjawab : "Demikianlah Allah berbuat terhadap dirimu". Kemudian Abu Bakar membeli budak wanita tersebut dan memerdekakannya.

Abu Quhafah berkata kepada Abu Bakar : "Aku lihat engkau cenderung memerdekakan mereka yang lemah. Andai saja engkau memerdekakan budak-budak yang kuat, niscaya mereka siap untuk melindungimu". Abu Bakar berkata : "Wahai ayahanda, aku hanya melakukan apa yang Allah inginkan". Salah seorang dari keluarga Abu Bakar berkata bahwa Allah telah menurunkan ayat-ayat tengang Abu Bakar dan tentang ucapan ayahnya kepadanya. Allah berfirman,
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. Sesungghnya kewajiban Kami-lah memberi petunjuk, dan sesungguhnya kepunyaan Kami-lah akhirat dan dunia. Maka Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman). Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar benar mendapat kepuasan. (QS. Al-Lail : 5-21)
Bagian ke-2

19.1.15

Tagged under: ,

Sirah Nabawi #19 : Siapa yang menyimak bacaan Al-Quran Rasulullah secara sembunyi?

Sejarah Nabi Muhammad Lengkap
jejakperadaban.com | Sirah Nabawi
Sirah Nabawi #19 : Siapa yang menyimak bacaan Al-Quran Rasulullah secara sembunyi?

Suatu malam, beberapa orang Quraisy menyelinap keluar, mengintip-sembunyi di setiap sisi --berbeda- luar bilik Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam, tanpa mengetahui keberadaan satu sama lain. Mereka rela begadang; tujuan utama mereka adalah untuk menyimak apa yang Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam baca saat shalat malam; Al-Quran. Mereka adalah Abu Sufyan bin Harb, Abu Jahl bin Hisyam, dan Al-Akhnas bin Syariq.

Ketika fajar menyingsing, setelah selesai urusan mereka, dan mentari pun tengah merekah, mereka bubar. Di satu jalan, mereka bertemu satu sama lain, saling mengata-ngatai. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain : "Janganlah engkau lakukan ini esok hari, karena jika kelakuan kalian ini diketahui oleh orang-orang yang kurang waras, maka akan menimbulkan rasa curiga di dalam diri mereka". Setelah itu mereka berpisah.

Keesokan harinya, mereka bertiga melakukan hal yang sama; begadang, mengintip-sembunyi mendengar bacaan Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam tanpa mengetahui satu sama lain. Hingga ketika fajar telah tiba, mereka bertemu kembali di suatu jalan dan mengatakan hal yang sama seperti sebelumnya.

Keesokan harinya lagi, mereka melakukan hal yang sama; begadang, mengintip-sembunyi mendengar bacaan Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam tanpa mengetahui satu sama lain. Hingga fajar telah menyapa, mereka bertemu kembali di suatu jalan. Akhirnya mereka mengadakan perjanjian. Sebagian dari mereka berkata : "Mari kita berjanji tidak akan melakukan perbuatan yang seperti ini lagi". Mereka bertiga pun berjanji tidak mendengarkan bacaan Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam lagi.

Keesokan harinya, Al-Akhnas mengunjungi Abu Sufyan dan berkata : "Wahai abu Hanzhalah, katakanlah kepadaku pendapatmu tentang apa yang engkau simak dari bacaan Muhammad". Abu Sufyan berkata : "Wahai abu Tsa'labah, demi Allah, aku mendengar beberapa aku tahu dan aku mengerti maksudnya; beberapa yang lain aku tak tahu dan tak memahami maksudnya. Al-Akhnas berkata : "Sungguh, aku juga sama sepertimu".

Lalu Al-Akhnas mengunjungi Abu Jahl dan menanyakan hal yang sama. Abu Jahl menjawabnya : "Mendengar apa aku?! Bukankah kita bersaing ketat memperebutkan kehormatan dengan Bani Abdi Manaf. Mereka memberi makan, kita juga melakukan hal yang sama. Hingga mereka berkata 'Kita memiliki Nabi yang mendapatkan wahyu dari Langit'. Kapankah kita bisa mencapai hal seperti itu? Demi Allah, aku tidak akan pernah beriman kepada Nabi tersebut, tidak akan pula membenarkannya". Al-Akhnas berdiri dan meninggalkan Abu Jahl.

Ibnu Ishaq berkata : "Apabila Rasulullah memperdengarkan ayat Al-Quran kepada mereka dan mengajak kepada Allah, mereka selalu berkata, 'Hati kami tertutupi dari apa yang kamu seru kami kepadanya, dan di telinga kami ada sumbatan, dan antara diri kamu dan diri kami ada dinding. Maka bekerjalah kamu, sesungguhnya kami bekerja, kami tidak mengerti apapun darimu'" Artinya, kami tak mengerti apa yang engkau katakan, kami tidak bisa menyimak apa yang engkau katakan, ada penghalang antara kami denganmu. Kerjakanlah apa yang mesti engkau kerjakan, kami akan mengerjakan apa yang harus kami kerjakan.

Allah berfirman kepada Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam tentang ucapan mereka,
Dan apabila kamu membaca Al Qur'an niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup, dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al Qur'an, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya. (QS. Al-Isra' : 45-46)
Yakni, mustahil mereka mampu memahamimu, yang mentauhidkan Tuhanmu. Jika Aku sudah menyumbat hati mereka dan menutup telinga mereka, serta terdapat dinding pemisah antara mereka denganmu sebagaimana yang mereka duga.
Kami lebih mengetahui dalam keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan kamu, dan sewaktu mereka berbisik-bisik (yaitu) ketika orang-orang zalim itu berkata: "Kamu tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir". (QS. Al-Isra' : 47)
Itulah yang saling mereka wasiatkan, yakni tidak mengamalkan apa yang Aku utus engkau dengannya kepada mereka.
Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar). (QS. Al-Isra' : 48)
Artinya, mereka telah keliru dalam mencitrakan dirimu. Maka tidaklah aneh apabila mereka tidak mendapatkan petunjuk dari dalamnya, dan perkataan mereka tidak memiliki nilai sedikitpun.
Dan mereka berkata: "Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?" (QS. Al-Isra' : 49)
Yakni, engkau telah jelaskan kepada kami bahwa kami akan dibangkitkan setelah kematian dan setelah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur. Ini satu hal tidak mungkin terjadi.
Katakanlah: "Jadilah kamu sekalian batu atau besi, atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu". Maka mereka akan bertanya: "Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?" Katakanlah: "Yang telah menciptakan kamu pada kali yang pertama". Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: "Kapan itu (akan terjadi)?" Katakanlah: "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat" (QS. Al-Isra' : 50-51)
Yakni, Dzat yang menciptakan kalian sebagaimana yang telah kalian ketahui. Maka diciptakannya kalian dari tanah tidak lebih sulit dari-Nya.

Ibnu Ishaq berkata : Abdullah bin Abu Naji berkata kepadaku dari Muhajid dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhu yang berkata bahwa aku bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai firman Allah, "Atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiran kalian". Apa maksud Allah dengannya? Ibnu Abbas menjawab : Kematian.

Wallahu a'lam 

18.1.15

Tagged under: ,

Sirah Nabawi #18 : Pertama kali Al-Quran dibacakan di depan umum

Sejarah Nabi Muhammad Lengkap
jejakperadaban.com | Sirah Nabawi
Sirah Nabawi #18 : Pertama kali Al-Quran dibacakan di depan umum.

Ibnu Ishaq berkata : Yahya bin Urwah bin Az-Zubayr bercerita kepadaku dari ayahnya yang berkata : Orang yang pertama kali membaca Al-Quran secara terbuka di depan umum di Mekah setelah Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam adalah Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu 'anhu.

Pada suatu ketika, sahabat-sahabat Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam berkumpul, mereka berkata : "Demi Allah, orang-orang Quraisy belum pernah mendengar Al-Quran yang dibaca di depan umum. Siapakah yang berani memperdengarkannya kepada mereka?" Abdullah bin Mas'ud berkata : "Aku!" tegas. Para sahabat berkata : "Kami khawatir akan nyawa. Kami ingin ada orang yang mempunyai keluarga dapat melindunginya dari kaum Quraisy jika nanti mereka berbuat jahat". Abdullah bin Mas'ud berkata : "Biarkanlah aku melakukannya, karena Allah melindungiku".

Kemudian, Abdullah bin Mas'ud pergi ke Maqam pada waktu dhuha; pada saat orang-orang Quraisy sedang berkumpul di balai tempat mereka biasa berkumpul. Abdullah bin Mas'ud berdiri di Maqam tersebut, lalu membaca dengan nyaring,
Arrahmaan. 'Allamalquraan; Tuhan yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Quran. (QS. Ar-Rahman : 1-2)
Abdullah bin Mas'ud melanjutkan bacaannya, sedang orang-orang Quraisy sebagian ada yang merenungkannya, sebagian yang lain bahkan berkata : "Apa yang dibaca anak Ummu Abd ini?", sebagian lagi berkata : "Ia sedang membacakan apa yang dibawa Muhammad".

Mereka bangkit bergerak mendekati Abdullah bin Mas'ud lalu menghajarnya; tetapi Abdullah bin Mas'ud sedikitpun tak bergeming, dia tetap melanjutkan sampai ayat sekian. Setelah selesai, kemudian Abdullah bin Mas'ud pergi menemui sahabat dengan wajah yang terluka. Mereka berkata kepada Abdullah bin Mas'ud : "Itulah yang kami khawatirkan atas dirimu". Abdullah bin Mas'ud berkata : "Musuh-musuh Allah itu tak lah lebih hina dalam pandanganku daripada mereka sejak sekarang. Jika kalian menghendaki, besok pagi akan aku lakukan lagi". Mereka berkata : "Jangan! Cukuplah. Engkau telah memperdengarkan kepada mereka sesuatu yang tak mereka suka".

Wallahu a'lam

13.1.15

Tagged under: ,

Sirah Nabawi #17 : Rasulullah, kaum Quraisy, dan tafsir surat Al-Kahfi (2/2)

Sejarah Nabi Muhammad Lengkap
jejakperadaban.com | Sirah Nabawi
Sirah Nabawi #17 : Rasulullah, kaum Quraisy, dan tafsir surat Al-Kahfi

An-Nadhr adalah salah satu gembong yang membuka front permusuhan dengan Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam. Ia pernah pergi ke Al-Hirah dan di sana ia sering mendengar cerita-cerita tentang raja persia, kisah tentang rustum, dan isfandiyar. Jika Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam berkhotbah di satu tempat untuk mengajak kaumnya ingat kepada Allah, mengingatkan mereka tentang hukuman Allah yang diterima orang-orang sebelum mereka. Setelah beliau selesai, An-Nadhr selalu duduk di tempat Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam tadi duduk dan berkata : "Demi Allah, wahai orang-orang Quraisy, ucapanku lebih bagus daripada ucapan Muhammad. Sekarang kemarilah, niscaya aku campaikan kepada kalian tutur kata yang jauh lebih indah daripada perkataan Muhammad!"

Al-Qur'an menyuratkan delapan ayat tentang An-Nadhr yaitu firman Allah,
Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "(Ini adalah) dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala" (QS. Al-Qalam : 15)
Usai berkata demikian, An-Nadhr mengutus beberapa orang Quraisy untuk menemui pendeta-pendeta Madinah dan berpesan : "Bertanyalah kalian kepada rabi-rabi Yahudi tentang Muhammad, sifat-sifat, serta ucapannya. Sesungguhnya mereka adalah yang pertama diberi kitab; mereka lebih mengetahui tentang para nabi sedangkan kalian tidak".

Berangkatlah mereka ke Madinah. Ketika bertemu dengan rabi-rabi Yahudi mereka menyampaikan apa yang orang Quraisy pesankan; mereka menjelaskan tentang sifat dan ucapan-ucapan Muhammad shalallaahu 'alayhi wasallaam. Mereka berkata : "Sesungguhnya kalian telah diberti Taurat, dan kami datang kepada kalian untuk bertanya tentang sahabat kami".

Ibnu Ishaq berkata : rabi-rabi Yahudi itu kemudian berkata "Tanyakanlah tiga hal kepada sahabatmu itu. Jika ia mampu menjawab ketiga hal tersebut, pastilah ia seorang Nabi juga Rasul. Tetapi kalau ia tidak mampu menjawabnya, kalian akan tahu kebohongannya. Tanyakan kepada mereka tentang pemuda-pemuda (Ashabul Kahfi) yang meninggal pada periode pertama dan bagaimana kabar mereka? Sebab mereka mempunyai kisah yang menarik. Kemudian tanyakan mengenai seorang pengembara yang menjelajahi timur dan barat; seperti apa kisahnya? Lalu tanyakan juga padanya tentang ruh; apa itu ruh? Jika ia bisa menjawab ikutilah dia, jika tidak maha kalian bebas melakukan apa saja terhadapnya.

Setelah selesai semua urusan mereka di Madinah, mereka bergegas kembali ke Mekah dan mengabarkan kepada orang-orang Quraisy tentang apa yang mereka dapatkan. Mereka berkata : "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kami datang membawa sebuah kabar kepada kalian. Rabi-rabi Yahudi menyuruh kita untuk menanyakan tiga hal kepada Muhammad, jika ia mampu menjawab maka ia seorang Nabi, jika ia tidak mampu menjawab, maka kalian bebas menilai seperti apa dirinya".

Mereka pun menemui Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam dan menanyakan tiga hal tadi; "Hai Muhammad, ceritakan pada kami tentang anak-anak muda (Ashabul Kahfi) yang meninggal pada periode pertama, karena mereka mempunyai kisah yang menarik hati, lalu kisah seorang pengembara yang menjelajahi timur dan barat, serta apa itu ruh?"

Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam menjawab : "Semua pertanyaan kalian aku jawab esok pagi". Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam menyanggupinya tanpa mengatakan in syaa Allah. Setelah itu mereka berbalik pulang.

Menurut pakar sejarah, Rasulullah shalalallaahu 'alayhi wasallaam selama lima belas malam tidak menerima wahyu. Malaikat Jibril tidak datang kepada beliau, hingga membuat gusar penduduk Mekah. Mereka berkata : "Muhammad menjanjikan sebuah jawaban pada kita besok pagi, tetapi sekarang sudah berlalu lima belas malam".

Rasulullah shalalallaahu 'alayhi wasallaam berduka karena wahyu terputus dari beliau. Baru setelah itu datanglah malaikat Jibril dengan membawa surat Al-Kahfi. Selain --di ayat-ayat awal- Allah menjelaskan tentang kenabian kekasihnya, Muhammad, Allah juga menegur Rasulullah shalalallaahu 'alayhi wasallaam karena tidak mengatakan in syaa Allah. Allah berfirman,
Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut) : 'In syaa Allah'. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah 'Mudah-mudahan Tuhanku memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini". (QS. Al-Kahfi : 23-24)
Kemudian Allah berfirman tentang anak-anak muda (Ashabul Kahfi) di QS. Al-Kahfi ayat 18-21,
Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka. Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya". Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: "Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya". (QS. Al-Kahfi 18-21)
Lalu di ayat lain,
Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan". (QS. Al-Kahfi 25-26)
Allah juga berfirman tentang pengembara yang menjelajahi timur dan barat (Zulqarnain) di QS. Al-Kahfi ayat 83-84
Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya". Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu. (QS. Al-Kahfi 83-84)
Allah juga berfirman tentang ruh,
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah : "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. (QS. Al-Isra' : 85)

Wallahu a'lam

Kembali ke bagian 1

12.1.15

Tagged under: ,

Sirah Nabawi #17 : Rasulullah, kaum Quraisy, dan tafsir surat Al-Kahfi (1/2)

Sejarah Nabi Muhammad Lengkap
jejakperadaban.com | Sirah Nabawi
Sirah Nabawi #17 : Rasulullah, kaum Quraisy, dan tafsir surat Al-Kahfi

Pasca perundingan yang disiasatkan oleh kaum Quraisy (Tawaran diplomasi 1 & 2) ditolak oleh Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam, salah seorang pentolan Quraisy berkata : "Kami menyembah para malaikat, karena mereka adalah anak-anak perempuan Allah". Ucapan mereka diabadikan dalam Al-Qur'an surat Al-Israa' : 90-92.

Seusai mengatakan itu kepada Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam, beliau bangkit diikuti Abdullah bin Abu Umayyah. Dia berkata : "Hai Muhammad, kaummu telah mengajukan dengan demikian banyak tawaran menggiurkan kepadamu, namun, semuanya engkau tolak. Mereka memintamu bukti akan kedudukanmu di sisi Allah sebagaimana pengakuanmu, agar kami membenarkanmu, namun engkau tidak juga mengabulkannya. Mereka memintamu menunjukkan kesaktianmu hingga mereka mengetahui kelebihanmu atas mereka, namun engkau tidak juga mampu membuktikannya. Mereka meminta percepatan siksa yang engkau ancamkan pada mereka, namun engkau tak mewujudkannya. Demi Allah, jika sampai kapanpun aku tidak akan pernah mengimanimu hingga engkau membangun tangga ke langit, kemudian engkau naik kelangit melalui tangga itu dan aku melihatmu tiba di sana, setelah itu engkau mengambul empat malaikat yang memberi kesaksian untukmu bahwa yang engkau katakan memang benar. Demi Allah, jika engkau tidak mau melakukannya, jangan harapkan aku membenarkanmu".

Kemudian Abdullah bin Umayyah pergi meninggalkan Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam; Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam pelang dengan perasaan sedih.

Selang beberapa saat dari kejadian di atas tadi, Abu Jahal merencanakan niat jahatnya untuk mengganggu Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam saat beliau sedang shalat. Ketika sujud, Abu Jahal mengambil sebuah batu dan hendak memukulkannya. Tetapi saat dia dekat dengan Rasulullah shalallaahu 'alayhi wasallaam, mukanya berubah pucat pasi dan lari terbirit-birit. Orang Quraisy bergegas menemui Abu Jahal dan berkata : "Apa yang terjadi padamu wahai Abu Jahal?".
Abu Jahal berkata : "Aku berjalan kepada Muhammad untuk melakukan apa yang aku katakan pada kalian semalam. Saat aku dekat dengannya, tetiba muncullah seekor unta. Demi Allah, aku belum pernah melihat kepala unta, pangkal lehernya, dan taringnya seperti unta itu. Aku sangat takut unta tersebut akan menerkam diriku".

Ketika Abu Jahal tertekan seperti itu, bangkitlah An-Nadhr bin Al-Harits dan berkata : "Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah, sungguh telah datang kepada kalian sesuatu yang tidak bisa kalian berkilah darinya. Sungguh sebelum ini Muhammad di mata kalian adalah anak muda belia, orang yang paling diterima di sisi kalian, dan orang yang paling tampak kejujurannya. Hingga ketika kalian lihat dia mulai beruban dan dia datang kepada kalian dengan ajaran yang dibawanya, kalian lalu menuduhnya sebagai penyihir, dukun, penyair, dan orang gila. Tidak, demi Allah, ia bukan penyihir, dukun, penyair, dan orang gila. Wahai orang-orang Quraisy, pikirkan persoalan ini dengan cermat, karena demi Allah, sebuah masalah besar telah merongrong kehidupan kalian.

Bagian ke-2