300x250 AD TOP

20.6.15

Tagged under: ,

Ashim ibn Tsabit : Jasadnya dilindungi Lebah

www.jejakperadaban.com | Ashim ibn Tsabit seorang yang jasanya dilindungi lebah
jejakperadaban.com | Sirah Sahabat Nabi
Ashim ibn Tsabit : Jasadnya dilindungi Lebah

Ashim ibn Tsabit, sahabat Nabi dari kalangan Anshar yang berasal dari suku Aus keturunan Bani Dhubay. Ia mendapat kemuliaan tersendiri di sisi Allah.

Allah berfirman, "Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang mukmin."

Pertolongan Allah sungguh Mahaluas. Dialah sebaik-baik penjaga bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya. Pertolongan Allah tak ada habisnya diberikan kepada orang beriman siang dan malam, karena Dia tak pernah tidur atau pun lelah.

Ashim ibn Tsabit ibn Abu al-Aqlah al-Anshari al-Ausi adalah orang yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Ia kerap disapa dengan nama Abu Sulaiman. Ia termasuk golongan yang disebutkan dalam firman Allah:

Orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) di antara orang Muhajirin dan Ansar dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah rida kepada mereka, dan mereka pun rida kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya. Mereka kekal didalam selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah: 100)

Ashim termasuk dalam golongan orang yang pertama-tama masuk islam (As-Sabiqun Al-Awalun). Perang badar menjadi pembuktian keimanan bagi kaum Muslimin. Perang itu menjadi ujian besar, karena mereka harus mengahadapi pasukan yang jumlahnya lebih besar. Mereka sukses melewati ujian itu dan mendapat kemenangan yang besar. Ashim ikut serta dalam peperangan itu. Ia menyaksikan para pemuka Quraisy terkapar berkalang tanah

Suatu hari Rasulullah saw. mengajukan pertanyaan kerpada para sahabatnya tentang cara berperang, Ashim ibn Tsabit segera mengambil tombak dan prisainya, lalu menjawab, "Ketika musuh sudah dekat, kira-kira 200 hasta, senjata yang harus digunakan adalah panah. Jika jarak mereka kira-kira sepenombak, gunakanlah tombak untuk bertempur sampai tombak kita patah. Jika tombak sudah patah, singkirkan tombak, dan gunakanlah pedang untuk pertarungan jarak dekat."

Nabi saw. bersabda, "Begitulah perang dijalankan, barang siapa yang berperang hendaklah ia berperang seperti cara Ashim berperang."

Berbahagialah Ashim, karena pandanganya diakui oleh seorang manusia yang paling mulia dan sangat memahami cara-cara berperang. Ashim sendiri adalah salah seorang dari empat orang kebanggaan suku Aus. Tiga orang lainnya adalah Sa’d ibn Muaz yang kematiannya menggetarkan Arasy, Hanzalah ibn Abu Amir yang jenazahnya dimandikan para malaikat, dan Khuzaimah ibn Tsabit—pemilik dua kesaksian. Rasulullah saw. menyatakan bahwa kesaksian seorang Hanzalah setara dengan kesaksian dua laki-laki. Hanya Hanazalah seorang yang mendapat kemuliaan seperti itu.

Ashim ikut merasakan kecamuk Perang Badar yang sangat dahsyat. Saat itu, kaum muslimin menyaksikan bagaimana para pemuka kafir tewas terbunuh. Hari Badar menjadi salah satu bukti yang menegaskan kemuliaan Islam dan kesesatan kaum musyrik.

Pada Perang Badar dan Uhud, Ashim membuktikan keberanian dan kepahlawannya. Di Perang Badar, Rasulullah saw. menyuruhnya membunuh pemimpin Quraisy kedua setelah Abu Jahal, yaitu Uqbah ibn Abu Mu'ith, yang berhasil membunuh Musafi dan Kilab—dua bersaudara putra Thalhah ibn Abu Thalhah; keduanya terkapar oleh anak panah Ashim. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, salah seorang dari dua bersaudara itu berkata kepada ibunya bahwa orang yang memanahnya berkata, "Rasulullah! Aku adalah Ibn Abu Al-Aqlah." Salafah bersumpah bahwa ia minum arak dari tengkorak kepala Ashim.

Pada tahun keempat hijriah datang para utusan dari beberapa penjuru Jazirah ke Madinah. Mereka menghadap Rasulullah saw. dan bersyahadat. Mereka memohon agar beliau mengutus beberapa sahabat untuk mengajarkan agama dan membacakan Al-Quran kepada kaum mereka. Maka, beliau menyuruh enam orang sahabatnya untuk mengemban tugas itu. Mereka adalah Martsad ibn Abu Martsad—pemimpin rombongan, Ashim ibn Tsabit ibn Abu al-Aqlah, Khalid ibn al-Bukair, Khubaib ibn Adi, Zaid ibn al-Datsinah dan Abdullah ibn Thariq.

Namun, saat rombongan itu tiba di mata air al-Raji, milik suku Hudzail, keenam sahabat itu dikepung. Ketika mereka meminta bantuan kepada suku Hudzail, tak seorang pun mau menolong. Tak ada jalan lain, mereka hunus sejata masing-masing dan siap bertarung. Namun, para penyerang itu berkata, "Demi Allah, kami tak ingin membunuh kalian. Kami ingin membawa kalian kepada penduduk Makkah agar kami mendapat imbalan."

Mereka berjanji tidak akan menyakiti para sahabat itu, namun Martsad ibn Abu Martsad, Ibn al-Bukair, dan Ashim menolak tawaran mereka. Ketiganya berkata, "Demi Allah, kami tidak menerima janji atau ikatan apa pun dari orang musyrik."

Ketiga Sahabat itu memilih untuk bertarung hingga mereka terbunuh. Sementara tiga sahabat lainnya, yaitu Zaid, Khubaib, dan Ibn Thariq memilih ditawan, berharap mereka akan selamat di Makkah. Para penyerang itu memutuskan tali busur panah mereka, dan mengikat ketika tawanan dengan tali busur tersebut. Baru beberapa saat rombongan itu berjalan, Abdullah ibn Thariq berhasil melepaskan ikatan, lalu merebut pedang dan menyerang musuh. Sayang, musuh melihat upayanya itu dan langsung melemparkan batu besar ke arahnya hingga ia wafat. Jasadnya dikuburkan di daerah Zahran.

Mereka melanjutkan perjalan mengiring Khubaib dan Zaid hingga tiba di Makkah. Zaid dibeli oleh Shafwan ibn Umayyah, sementara Khubaib dibeli oleh hajar ibn Abu Ihab al-Tamimi untuk diberikan kepada Uqbah ibn al-Harits ibn Amir. Keduanya dibeli untuk dibunuh sebagai balas dendam atas kematian anggota keluarga mereka dalam Perang Badar dan Perang Uhud.

Setelah berhasil membunuh Ashim ibn Tsabit, suku Hudzail bermaksud memenggal kepalanya untuk dijual kepada Salafah bin Sa’d yang pernah bersumpah akan minum arak dari tengkorak Ashim. Ketika mereka mendekatu jasad Ashim, tiba-tiba gerombolan lebah menutupi tubuh Ashim bagaikan awan hitam. Mereka tak dapat mendekati apalagi menyentuh jasad Ashim untuk memenggal kepalanya. Lebah itu adalah tentara Allah, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri.

Menyaksikan kejadian tersebut, mereka berkata satu sama lain, "Lebih baik kita tunggu sampai malam hingga lebah-lebah itu pergi. Baru kemudian kita ambil jasadnya." Saat mereka menunggu, tiba-tiba mencul air bah dari atas bukit menghanyutkan jenazah Ashim. Hanya Allah yang tahu ke mana jenazah itu hanyut.

Ketika mendengar kabar tentang Ashim, Umar ibn al-Khattab berkata, "Sungguh ajaib cara Allah menjaga hamba-Nya yang beriman. Ashim pernah bersumpah tidak akan disentuh dan menyentuh seorang musysrik pun selama hidupnya. Maka, Allah menjaganya setelah ia wafat sebagaimana Dia menajaganya semasa hidup." Benar, siapa saja yang benar-benar memegang janji kepada Allah, niscaya Dia akan memenuhi janji-Nya.

Wallahu a'lam
Semoga Allah merahmati.[]

19.6.15

Tagged under: ,

Arabah ibn Aus : Seorang yang Mengejar Kematian

jejakperadaban.com | Sirah Sahabat Nabi
Arabah ibn Aus : Seorang yang Mengejar Kematian


Arabah ibn Aus adalah salah seorang sahabat nabi dari kalangan Anshar yang berasal dari suku Aus, keturunan Bani Haritsi. Ayahnya bernama Aus ibn Qaizhi ibn Amr, seorang pemuka munafik dan dikisahkan ia pernah berkata, "Sesungguhnya rumah-rumah kami ini adalah aurat." Namun, putranya Arabah adalah seorang mukmin yang saleh.

Saat perang Uhud, Arabah ibn Aus bergabung dalam barisan kaum muslimin. Ketika itu ada beberapa remaja yang tidak diizinkan ikut serta oleh Rasulullah saw., termasuk di antaranya Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Umar ibn al-Khattab, Usaid ibn Zuhair, al-Barra ibn Azib, Abu Said al-Khudri, samurah ibn jundab, dan Arabah ibn Aus.

Arabah ibn Aus sendiri merupakan salah seorang pemuka kaumnya. Ia terkenal dengan kedermawanannya, bahkan disejajarkan dengan Abdullah ibn Ja’far ibn Abu Thalib dan Qais ibn Said ibn Ubadah.

Ibn Qutaibiah dan al-Mubarrad menuturkan bahwa Arabah pernah bertemu al-Syamakh menanyakan maksud kedatangnya ke Madinah, Arabah menjawab, "Aku ingin memberikan makanan kepada keluargaku." Saat itu, Arabah membawa dua ekor unta yang membawa kurma, gandum, dan beberapa helai pakaian. Al-Syamakh sangat mengagumi kedermawanannya. Saat keluar dari Madinahm al-Syamakh melantunkan syair memuji Arabah:

Kulihat Arabah al-Ausi memberikan kebaikan kepada keluarganya

Andai panji kemuliaan dikibarkan pasti ia pegang dengan tangan kanan

Arabah tidak hanya memberikan harta benda di jalan Allah, tetapi ai pun rela memberikan nyawanya untuk menjadi syahid. Tidak ada catatan, termasuk dalam karya Ibn al-Atsir, yang menceritakan kematian Arabah. Semoga Allah merahmatinya.[]
Tagged under: ,

Said ibn Zaid : Seorang Pemeluk Agama Hanif

jejakperadaban.com | Sirah Sahabat Nabi
Said ibn Zaid : Pemeluk Agama Hanif

Said ibn Zaid adalah seorang sahabat Nabi dari suku Quraisy, keturunan Bani Adi. Ayahnya bernama Zaid ibn Amr ibn Nufail dan ibunya Fatimah bint Ba’jah al-Khuza’iyah. Ia adalah suami Fatimah bint al-Khattab—adik perempuan Umar ibn al-Khattab. Said dan Fatimah menjadi sebab masuk islam-nya Umar r.a. Said kerap disapa dengan panggilan Abul A’war.

Khabbab ibn al-Arats sering mengunjungi rumah said ibn Zaid untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada pasangan itu. Suatu hari ketika mereka membaca surah Thaha, tiba-tiba pintu rumah digedor keras, Khabbab segera bersembunyi di sudut rumah, sementara Fatimah buru-buru membuka pintu. Ternyata di depan pintu telah berdiri kakaknya sendiri, Umar ibn al-Khattab, dengan pedang terhunus ditangan. Raut mukanya memerah menunjukan kemarahan. Seujurs kemudian Umar berkata, “Benarkah omongan yang kudengar bahwa kalian telah mengikuti Muhammad dan ajarannya?”

Mereka tak menjawab, diam seribu bahasa. Umar berkata lagi, “Perlihatkan kepadaku mushaf yang kalian barusan baca.”

Mereka berusaha menyembunyikan mushaf itu. Ketiak kemarahannya memuncak, Umar melayangkan tinju kepada Said ibn Zaid hingga jatuh tersungkur. Saat Fatimah mencoba menjauhkan Said dari Umar, Fatimah pun ditampar dengan keras hingga hidungnya mengeluarkan darah. Mushaf yang ia pegang pun terjatuh. Melihat darah yang keluar dari sela-sela bibir adiknya, kemarahan Umar reda dan ia diam terpaku.

Dengan suara yang tidak lagi keras Umar berkata, “Berikan mushaf itu agar aku bisa melihat isinya. Aku berjanji akan mengembalikannya kepadamu.”

Fatimah menjawab, “Kau adalah najis yang kotor, kau tidak pantas menyentuh sebelum bersuci.” Umar pun bersuci mengikuti petunjuk Fatimah. Setelah itu ia membuka mushaf Al-Qur’an dan membaca firman Allah:

Thaha. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an agar kamu menjadi susah. (QS. 1-2)






Umar berkata, “Betapa indah rangkaian kata-kata ini!”

Saat mendengar ucapan Umar, Khabbab keluar dari persembunyiannya dan mengajak Umar ke rumah al-Arqam ibn Abu al-Arqam, tempat Nabi saw, berkumpul dengan para sahabat. Umar mengikuti langkah kaki Khabbab, dan setibanya di sana ia langsung menyatakan keimanannya di hadapan Rasulullah saw, Sejak keislaman Umar, kekuatan kaum muslim semakin kokoh.

Selama hidupnya Said mengikuti berbagai peristiwa bersama Rasulullah saw. namun, ia dan Thalhah tidak ikut serta dalam Perang Badar, karena Nabi saw. mengutus mereka ke Syam untuj mempelajari dan mengetahui keadaan negeri itu. Keduanya termasuk dalam sepuluh orang yang dijamin masuk surga.

Said adalah orang yang dikabulkan do’anya. Ia pernah dituduh mengambil tanah milik seorang wanita bernama Awra bint Aus, dan diadukan kepada Marwan ibn al-Hakam penguasa Madinah. Said bilang kepada Marwan, “Apakah engkau melihatku menzaliminya? Sedangkan aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Barang siapa yang menzalimi (mengambil) sejengkal tanah maka pada hari kiamat akan dikalungkan kepadanya tujuh (lapis) bumi.’ Ya Allah, jika wanita ini berdusta maka jangan Kau wafatkan ia sebelum buta, dan jadikan kuburnya di dalam sumurnya.”

Doanya dikabulkan oleh Allah sehingga tidak lama selang wanita itu jatuh ke dalam sumur setelah mengalami kebutaan.

Said ibn Zaid ikut dalam Perang Yarmuk dan pengepungan Damaskus. Ia wafat di al-Aqiq, sebuah daerah yang tak jauh dari Madinah. Ibn Umar termasuk di antara sahabat yang ikut menyalati jenazahnya. Semoga Allah merahmatinya.[]