|
jejakperadaban.com | Sejarah Sahabat Nabi |
Abu Hurairah : Otaknya menjadi pembendaharaan wahyu
Memang benar, bahwa kepintaran manusia itu mempunyai akibat yang merugikan
dirinya sendiri. Dan orang-orang yang mempunyai bakat-bakat istimewa, banyak
yang harus membayar mahal, justru pada waktu ia patut menerima ganjaran dan
penghargaan.
Shahabat mulia Abu Hurairah termasuk salah seorang dari
mereka. Sungguh, dia mempunyai bakat luar biasa dalam kemampuan dan kekuatan
ingatan/ Abu Hurairah r.a. mempunyai kelebihan dalam seni menangkap apa yang
didengarnya, sedang ingatannya mempunyai keistimewaan dalam segi menghafal dan
menyimpan. Didengarya, ditampungnya, lalu terpatri dalam ingatannya hingga
dihafalkannya, hampir tak pemah ia melupakan satu kata atau satu huruf pun dari
apa yang telah didengarnya, sekalipun usia bertambah dan masa pun telah
berganti-ganti. Oleh karena itulah, ia telah mewakafkan hidupnya untuk lebih
banyak mendampingi Rasulullah saw. sehingga termasuk yang terbanyak menerima dan
menghafal Hadits, serta meriwayatkannya.
Sewaktu datang masa
pemalsu-pemalsu hadits yang dengan sengaja menciptakan hadits-hadits bohong dan
palsu, seolah-olah berasal dari Rasulullah saw. mereka memperalat nama Abu
Hurairah dan menyalahgunakan ketenaranya dalam meriwayatkan Hadits dari Nabi
saw., hingga sering mereka mengeluarkan sebuah "hadits", dengan menggunakan
kata-kata: "Berkata Abu Hurairah... "
Dengan perbuatan ini
hampir-hampir mereka menyebabkan ketenaran Abu Hurairah dan kedudukannya selaku
penyampai Hadits dari Nabi saw. menjadi lamunan keragu-raguan dan tanda tanya,
kalaulah tidak ada usaha dengan susah payah dan ketekunan yang luar biasa, serta
banyak waktu yang telah di habiskan oleh tokoh-tokoh utama para ulama Hadits
yang telah membaktikan hidup mereka untuk berhidmat kepada Hadits Nabi dan
menyingkirkan setiap tambahan yang dimasukkan ke dalamnya.
Di sana Abu
Hurairah berhasil lolos dari jaringan kepalsuan dan penambahan-penambahan yang
sengaja hendak diselundupkan oleh kaum perusak ke dalam Islam, dengan
mengkambing hitamkan Abu Hurairah dan membebankan dosa dan kejahatan mereka
kepadanya.
***
Ia adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam, dengan
segala perubahan mengagumkan yang diciptakannya. Dari orang upahan menjadi induk
semang atau majikan.
Dari seorang yang terlunta-lunta di tengah-tengah
lautan manusia, menjadi imam dan ikutan; Dan dari seorang yang sujud di
hadapan batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada Allah yang
Maha Esa lagi Maha Perkasa. Inilah dia sekarang bercerita dan berkata:
"Aku dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan
miskin. Aku menerima upah sebagai pembantu pada Busrah binti Ghazwan demi
untuk mengisi perutku. Akulah yang melayani keluarga itu bila mereka sedang
menetap; menuntun binatang tunggangannya bila sedang bepergian. Sekarang
inilah aku, Allah telah menikahkanku dengan putri Busrah, maka segala puji bagi
Allah yang telah menjadikan Agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah
ikutan ummat!"
***
Ia datang kepada Nabi saw. di tahun ke
tujuh Hijrah sewaktu beliau berada di Khaibar. Ia memeluk Islam karena dorongan
kecintaan dan kerinduan. Semenjak ia bertemu dengan Nabi saw. dan
berbai'at kepadanya, hampir-hampir ia tidak berpisah lagi kecuali
pada saat-saat waktu tidur. Begitulah, masa empat tahun yang
dilaluinya bersama Rasulullah saw., yakni sejak ia masuk islam sampai wafatnya
Nabi, pergi ke sisi Yang Maha Tinggi.
"Waktu yang empat tahun itu
tak ubahnya bagai suatu usia manusia yang panjang lebar, penuh dengan segala
yang baik, dari perkataan, sampai kepada perbuatan dan pendengaran."
***
Dengan fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat kesempatan besar yang memungkinkannya untuk memainkan peranan penting dalam berbakti
kepada Agama Allah.
Pahlawan perang dikalangan shahabat, banyak...
Ahli fiqih, juru da'wah dan para guru juga tidak sedikit.
Tetapi
lingkungan dan masyarakat memerlukan tulisan dan penulis. Di masa itu golongan
manusia pada umumnya, jadi bukan hanya terbatas pada bangsa Arab saja, tidak
mementingkan tulis menulis. Dan tulis menulis itu belum menjadi bukti
kemajuan di masyarakat manapun.
Bahkan Eropa sendiri juga demikian
keadaannya, sejak kurun waktu yang belum lama ini. Kebanyakan dari raja-rajnya,
tidak terkecuali Charlemagne sebagai tokoh utamanya, adalah orang-orang yang
buta huruf, tak tahu tulis baca, padahal menurut ukuran masa itu, mereka
memiIiki kecerdasan dan kemampuan besar.
***
Kembali kita pada
pembicaraan untuk melihat Abu Hurairah, bagaimana ia dengan fitrahnya
dapat menyelami kebutuhan masyarakat baru yang dibangun oleh Islam, yaitu
kebutuhan akan orang-orang yang dapat melihat dan memelihara peninggalan dan
ajaran-ajaran Rasulullah saw. Pada waktu itu memang para shahabat mampu menulis, tetapi
jumlah mereka sedikit sekali, apalagi sebagiannya tak mempunyai kesempatan untuk
mencatat Hadits-hadits yang diucapkan oleh Rasul.
Sebenamya Abu Hurairah
bukanlah seorang penulis, ia hanya seorang ahli hafal yang mahir, di samping
memiliki kesempatan atau mampu mengadakan kesempatan yang diperlukan itu, karena
ia tak punya tanah yang akan digarap, dan tidak punya perniagaan yang akan
diurus.
Ia pun menyadari bahwa dirinya termasuk orang yang masuk
Islam belakangan, maka ia bertekad untuk mengejar ketinggalannya, dengan cara
mengikuti Rasul terus menerus dan secara tetap menyertai majlisnya. Kemudian
disadarinya pula, ada bakat pemberian Allah ini pada dirinya, berupa daya
ingatannya yang luas dan kuat, serta semakin bertambah kuat, tajam dan luas lagi
dengan do'a Rasul, agar pemilik bakat ini diberi Allah berkat.
Ia
menyiapkan dirinya dan menggunakan bakat dan kemampuan karunia Ilahi untuk
memikul tanggung jawab dan memelihara peninggalan yang sangat penting ini dan
mewariskannya kepada generasi kemudian.
Begitulah ia mempermahir dirinya dan ketajaman daya ingatnya untuk
menghafal Hadits-hadits Rasulullah saw. dan pengarahannya. Sewaktu Rasul telah
pulang ke
Rafikul'Ala (wafat), Abu Hurairah terus-menerus menyampaikan Hadits
hadits, yang menyebabkan sebagian shahabatnya merasa heran sambil bertanya-tanya
di dalam hati, dari mana datangnya hadits-hadits ini, kapan didengarya dan
diendapkannya dalam ingatannya.
Abu Hurairah telah memberikan
penjelasan untuk menghilangkan kecurigaan ini, dan menghapus keragu-raguan yang
menulari putra shahabatnya, maka katanya, "Tuan-tuan telah mengatakan bahwa Abu
Hurairah banyak sekali mengeluarkan Hadits dari Nabi saw. Dan tuan-tuan
katakan pula orang-orang Muhajirin yang lebih dahulu daripadanya masuk Islam,
tak ada yang menceritakan hadits-hadits itu? Ketahuilah, bahwa
sahabat-sahahabatku, orang-orang Muhajirin itu, sibuk dengan perdagangan mereka
di pasar-pasar, sedang sahabat-sahabatku, orang-orang Anshar sibuk degan tanah
pertanian mereka. Sedang aku adalah seorang miskin, yang paling banyak
menyertai majlis Rasulullah, maka aku hadir sewaktu yang lain absen dan aku
selalu ingat seandainya mereka lupa karena kesibukan.
Dan Nabi saw.
pernah berbicara kepada kami di suatu hari, kata beliau:
'Siapa yang
membentangkan sorbannya hingga selesai pembicraanku, kemudian ia meraihnya ke
dirinya, maka ia takkan terlupa akan suatu pun dari apa yang telah didengarya
dari padaku,'
Maka kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara
kepadaku, kemudian kuraih kain itu ke diriku, dan demi Allah, tak ada suatu pun
yang terlupa bagiku dari apa yang telah kudengar daripadanya. Demi Allah
kalau tidaklah karena adanya ayat di dalam Kitabullah niscaya tidak akan
kukabarkan kepada kalian sedikit jua pun! Ayat itu ialah:
'Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah kami turunkan berupa
keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah Kami nyatakan kepada manusia di
dalam Kitab mereka itulah yang dikutuk oleh Allah dan dikutuk oleh para pengutuk
(Malaikat-malaikat)'"
Demikianlah Abu Hurairah menjelaskan rahasia
kenapa hanya ia seorang diri yang banyak mengeluarkan riwayat dari Rasulullah
saw.
Yang pertama: karena ia melowongkan waktu untuk menyertai Nabi
lebih banyak dari para shahabat lainnya.
Kedua, karena ia memiliki daya
ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat oleh Rasul, hingga ia jadi semakin
kuat.
Ketiga, ia menceritakannya bukan karena ia gemar bercerita,
tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan hadits-hadits ini, merupakan
tanggung jawabnya terhadap Agama dan hidupnya. Kalau tidak dilakukannya berarti
ia menyembunyikan kebaikan dan haq, dan termasuk orang yang lalai yang sudah
tentu akan menerima hukuman kelalaiannya.
Oleh sebab itulah, ia
harus saja memberitakan. Tak suatupun yang menghalanginya dan tak seorang pun
boleh melarangnya hingga pada suatu hari Amirul Mu'minin Umar berkata
kepadanya: "Hendaklah kamu hentikan menyampaikan berita dari Rasulullah! Bila
tidak, maka akan kukembalikan kau ke tanah Daus!" (yaitu tanah kaum dan
keluarganya).
Tetapi larangan ini tidaklah mengandung suatu tuduhan bagi
Abu Hurairah, hanyalah sebagai pengukuhan dari suatu pandangan yang dianut oleh
Umar, yaitu agar orang-orang Islam dalam jangka waktu tersebut, tidak membaca
dan menghafalkan yang lain, kecuali al-Quran sampai ia melekat dan mantap dalam
hati sanubari dan pikiran.
Oleh karena
ini, Umar berpesan: "Sibukkanlah dirimu dengan Al-Quran karena dia adalah kalam
Allah". Dan katanya lagi: "Kurangilah olehmu meriwayatkan perihal Rasulullah
kecuali yang mengenai amal perbuatannya!"
Dan sewaktu beliau mengutus Abu
Musa al-Asy'ari ke Irak ia berpesan kepadanya: "Sesungguhnya kamu hendak mendatangi suatu kaum yang dalam mesjid mereka terdengar bacaan al-Quran seperti
suara lebah, maka biarkanlah seperti itu dan jangan anda bimbangkan mereka adengan hadits-hadits, dan aku menjadi pendukung anda dalam hal ini."
Al-Quran sudah dihimpun dengan jalan yang sangat cermat, hingga
terjamin keasliannya tanpa dirembesi oleh hal-hal lainnya. Adapun hadits, maka
umar tidak dapat menjamin bebasnya dari pemalsuan atau perubahan atau diambilnya
sebagai alat untuk mengada-ada terhadap Rasulullah saw. dan merugikan Agama
Islam.
Abu Hurairah menghargai pandangan Umar, tetapi ia juga percaya
terhadap dirinya dan teguh memenuhi amanat, hingga ia tak hendak menyembunyikan
suatu pun dari Hadits dan ilmu selama diyakininya bahwa menyembunyikannya adalah
dosa dan kejahatan.
Demikianlah, setiap ada kesempatan untuk menumpahkan
isi dadanya berupa Hadits yang pernah didengar dan ditangkapnya tetap saja
disampaikan dan dikatakannya.
Hanya terdapat pula suatu
hal yang merisaukan, yang menimbulkan kesulitan bagi Abu Hurairah ini, karena
seringnya ia bercerita dan banyaknya Hadits yang ia hafal, yaitu adanya tukang hadits yang
lain yang menyebarkan Hadits-hadits dari Rasul saw. dengan menambah-nambah dan
melebih-lebihkan hingga para sahabat tidak merasa puas terhadap sebagian besar
dari Hadits-haditsnya. Orang itu namanya Ka'ab al-ahbaar, seorang Yahudi yang
masuk Islam.
Pada suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud
menguji kemampuan menghafal dari Abu hurairah. Maka dipanggilnya ia dan
dibawanya duduk bersamanya, lalu dimintanya untuk mengabarkan hadits-hadits dari
Rasusullah saw. Sementara itu disuruhnya penulis, menuliskan apa yang
diceritakan Abu Hurairah dari balik dinding. Sesudah berlalu satu tahun,
dipanggilnya Abu Hurairah kembali dan dimintanya membacakan lagi Hadits-hadits
yang dulu itu yang telah ditulis sekretarisnya. Ternyata tak ada yang terlupa
oleh Abu Hurairah walau agak sepatah kata pun.
Ia berkata tentang
dirinya: "Tak ada seorang pun dari sahabat-sahabat Rasul yang lebih banyak
menghafal Hadits dari padaku, kecuali Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, karena ia
pandai menuliskannya sedang aku tidak."
Imam Syafi'i mengemukakan pula
pendapatnya tentang Abu Hurairah: "la seorang yang paling banyak hafal di
antara seluruh perawi Hadits sesamanya."
Sementara Imam Bukhari menyatakan pula: "Ada delapan ratus orang atau lebih dari sahabat tabi'in dan ahli ilmu yang
meriwayatkan Hadits dari Abu Hurairah."
Demikianlah Abu hurairah tak
ubah bagai suatu perpustakaan besar yang telah ditaqdirkan kelestarian dan
keabadiannya.
Wallahu a'lam.
Semoga Allah merahmatinya.[]